Jadi gimana rasanya ditinggal adik perempuan untuk
menikah lebih dulu?
Kalau saya sih dulu bahagia-bahagia saja. Ya
saya turut bahagialah, masak mau nangis-nangis. Karena yaa mikirnya berarti
adik saya lebih dahulu bertemu jodohnya. Sementara saya harus menyelesaikan
dulu hal-hal lain yang sudah saya mulai. Semacam diminta bersabar, barangkali
Allah bilang satu-satu dulu, selesaikan dulu yang itu. Pada waktu adik saya
menikah saya memang masih menempuh pendidikan S2.
Ketika mau menikah, adik saya menelpon,
memberitahu dengan pelan-pelan bahwa dia akan menikah dalam waktu dekat. Ia
memulai ceritanya dengan intro yang cukup panjang, mulai dengan cerita
pertemuan pertamanya dengan sang calon suaminya. Ia meminta izin saya. Meskipun
kalau dipikiri-pikir dia nggak perlu minta izin saya sih untuk menikah, yang
pentingkan izin dari orang tua dan juga restunya. Tapi adik saya sudah paham
betul bahwa dia harus tetap memberitahu saya, dia menunjukkan attitude-nya. Ia bahkan benar-benar
memikirkan kalimat-kalimat yang ia sampaikan, seperti takut menyinggung
perasaan saya.
Komentar saya saat itu, kalau memang ini yang
terbaik, sudah dirasa baik, buah dari sholat dan doa yang telah dilakukannya
maka laksanakan saja. Lagipula saya tidak punya hak untuk menginterfensi,
sepenuhnya tanggung jawab dia karena dia sudah menjadi perempuan dewasa. Lagian
juga biaya pernikahannya bukan saya yang tanggung….hahaha. Saya hanya memberikan
masukan-masukan yang kiranya bermanfaat untuk kelancaran acara pernikahannya.
Sayapun menemani dan membantu dia dalam mempersiapkan acara pernikahannya. Saya
turut berbahagia, sungguh.
Meski begitu, di lubuk hati terdalam ternyata
ada kegalauan yang tersimpan. Ada rasa galau gimana gitu. Ditambah dengan
tatapan keluarga besar ataupun orang-orang sekitar yang melihat saya kok kayak
kasihan. Kasihan dilangkahi menikah sama adiknya, gitu kali pikiran
orang-orang. Banyak juga yang turut membesarkan hati – yang padahal saya nggak
butuh sih. Yaaa…gimana meskipun dilangkahi menikah oleh adik saya, saya saat
itu merasa belum siap juga untuk menikah. Giliran saya juga akan tiba pada
waktunya nanti, pikir saya.
***
Setelah hampir dua tahun sejak adik saya
menikah tibalah giliran saya. Akhirnya jodoh sayapun datang. Di hari sabtu
tanggal 15 April 2017 saya dan pak suami menikah. Desas desus tentang kakak
yang akan lama menikah bahkan tidak akan menikah kalau dilangkahi adiknya
menikah telah saya patahkan. Tatapan-tatapan kasihan orang-orang berganti
menjadi binar kebahagian. Semua orang turut berbahagia atas pernikahan saya dan
pak suami. Semua orang turut mendoakan kebaikan untuk pernikahan kami.
Sebelum akhirnya saya bertemu jodoh yaitu pak
suami perjalanan kisah cinta saya tak semulus jalan tol *alah. Lika-likunya
lumayan melelahkan. Deramah bangetlah pokoknya. Saya menerima tekanan yang
begitu rupa dari berbagai macam penjuru. Apalagi di lingkungan rumah saya, di
kampung. Orang tua saya saban hari nanya, jadi gimana? sudah ada calon belum? Kapan
mau ngenalin, kapan mau nikah?. Belum lagi dari keluarga besar yang lain,
orang-orang sekitar saya. Mulai dari yang hanya basa basi sampai yang bikin
eneg dan kesal. Eh iya saya sudah bilang belum kalau waktu itu teman main jaman
kecil saya sudah menikah semua :)
Yaah, kalian bayangkanlah seperti apa tekanan
yang bertubi-tubi itu. Saya sempat merasa malas untuk pulang kampung, malas
bertemu orang-orang sekitar di rumah, malas ditanya-tanya. Saya memilih untuk
lebih banyak bergaul dengan orang yang tidak akan resek nanya-nanya, memilih
untuk mengikuti kegiatan kegiatan volunteer,
memilih untuk fokus kerja biar dapat uang buat jalan-jalan….hahaha.
Tidak lupa juga memanjatkan doa-doa agar ditunjukkan
yang terbaik, jawaban dari perasaan galau-galau tidak jelas itu.
Hasilnya, saya memiliki banyak teman. Juga
cukup banyak cerita masa muda untuk ditertawakan. Saya menjadi orang yang lebih
sabar, lebih paham bahwa segala sesuatu itu akan datang di saat yang tepat. Tahu
kalau tidak semua rencana hidup akan berjalan mulus seperti yang kita inginkan.
Dah ah iyaa ternyata saya mampu melewati pertanyaan pertanyaan basa basi
tentang “kapan nikah” itu.
Saya tahu rasanya, maka dari itu saya tidak
akan pernah menanyakan hal itu kepada teman wanita saya yang belum menikah.
Kepada teman yang bahkan kita tidak selalu ada di dekatnya. Saya tidak mau
menambah beban pikiran teman saya. Sudah cukuplah ia dengan kebimbangannya,
dengan kerja kerasnya untuk menuju pernikahan. Kecuali jika ia meminta pendapat
dan saran dari saya. Lagian juga pernikahan bukanlah satu-satunya pencapaian
dalam hidup yang perlu dibanggakan, ya nggak?. Jadi kita yang sudah menikah
tidak lebih baik dengan teman kita yang menurut “usia kebanyakan” belum
menikah. Nggak usah lebay ~
***
Ternyata saya harus dilangkahi oleh adik dulu
baru bertemu jodoh. Ternyata saya harus lulus S2 dulu baru bertemu jodoh.
Ternyata saya harus bertemu lebih banyak orang dulu baru bertemu jodoh.
Ternyata saya harus lebih bersabar dulu baru bertemu jodoh.
Mungkin kamu juga begitu, siapa tahu :) ~
jalani saja dengan baik hidupmu, dengan bahagia dan rasa syukur.
No comments:
Post a Comment