foto by @fathulrakhman, edit by me |
“Gempabumi itu seperti cinta, datangnya tiba-tiba, ketika pergi meninggalkan luka”
Saya
sebenarnya agak malas membahas tentang gempabumi di saat seperti ini, apalagi
kalau harus dilempar ke khalayak umum. Teman-teman di Lombok pasti sudah tahu
kalau huru hara terkait gempabumi ini merajalela. Berita-berita tentang
gempabumi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan muncul bagai jamur di musim
penghujan. Muncul para ahli gempabumi baru, semua orang berkomentar tentang
gempabumi. Sebagian lagi masih ada yang berusaha meluruskan informasi dan
membuat analisis sesuai teori dan fakta untuk meredakan keresahan masyarakat.
Gempa
ternyata tidak hanya merusak bangunan yang secara fisik dapat kita lihat, tapi
juga merusak banyak hal lain di dalam diri kita. Merusak pikiran kita,
mengganggu ketenangan, menumbuhkan pikiran-pikiran sempit jahat yang kita
tujukan bagi siapa saja ~ yang kita anggap harus bertanggung jawab, membuat
trauma hingga depresi.“Gempabumi ini salah pemerintah, salah wisatawan asing, salah si anu, salah si inu”
Astagaaaa…saya
langsung tertawa kencang sekaligus pengen nyubit orang yang mengeluarkan
kalimat-kalimat itu *gemes banget*. Kasihan guru-guru saya yang sudah susah
payah mentransfer ilmunya kepada saya. Kasihan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan itu. Kasihan ilmu pengetahuan. Dan sebagai seseorang yang skripsian
dan tesisan tentang gempabumi saya seperti punya beban moral untuk menuliskan
ini. Semoga saja ada manfaatnya.
Sebelum
menulis lebih lanjut saya ingin memberi tahu bahwa saya menuliskan gempabumi
sebagai gempabumi bukan gempa bumi. Ini bukan typo, professor saya mengajarkan
hal tersebut. Kata Gempabumi diambil dari kata Earthquake, satu kata. Sama seperti kata gunungapi ditulis nyambung
tanpa spasi, karena diambil dari kata Volcano.
***
Gempabumi Itu Apa?
Di
Blog ini saya pernah menuliskan beberapa postingan tentang gempabumi, silahkan
masukkan kata kunci gempabumi.
Gempabumi
adalah gejala alam, ditimbulkan oleh adanya aktivitas secara alami di permukaan
atau di bawah permukaan Bumi. Mekanisme terjadinya adalah jika terdapat dua
gaya yang bekerja dengan arah berlawanan pada batuan kulit Bumi, batuan itu
akan mengalami perubahan bentuk karena batuan memiliki sifat elastik. Jika gaya
yang bekerja pada batuan itu terjadi secara terus menerus maka lama kelamaan
daya dukung batuan itu akan mencapai batas maksimum dan menyebabkan pergeseran.
Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang bidang
patahan. Setelah itu batuan akan kembali stabil dengan perubahan bentuk dan
posisi.
Gerakan
secara tiba-tiba tersebut mengeluarkan energi stress (akibat tekanan) yang
tersimpan selama ini di dalam batuan. Energi itu dilepaskan dalam bentuk
gelombang seismik atau gelombang gempa yang menyebar ke segala arah (tanah
sebagai media perambatannya). Gelombang itulah yang kita rasakan sebagai
gempabumi. Setiap kejadian gempabumi akan menghasilkan informasi seismik berupa rekaman sinyal berbentuk gelombang. Setelah
melalui proses pengumpulan, pengolahan, dan analisis maka diperoleh besaran
(parameter) gempabumi yang meliputi waktu kejadian, lokasi episenter, kedalaman
sumber gempa, intensitas gempa dan magnitudo gempa.
“itulah sebabnya kita merasakan goyang-goyang, karena sifat gelombang yang bergerak bolak balik”
Kalau mau dibahas tentang
gelombang seismik bisa panjang banget, nggak cukup cuma di postingan ini.
Besaran-besaran yang ada di dalam gelombang seperti frekuensi, amplitudo,
periode, panjang gelombang, waktu, energi dll dianalisis semua sehingga
diperoleh parameter gempabumi. Puyeng nggak tuh? ~ fisika dasar gaes ~ kalau
anak geofisika punya kuliah khusus tentang seismologi. Btw, gelombang-gelombang
inilah yang muncul pada seismogram.
Gempabumi Versus Bangunan
“Earthquake doesn't kill, buildings do”
Saya harap kita sudah
semakin sadar bahwa yang membuat orang kehilangan nyawa ataupun luka-luka
adalah bangunan/gedungnya, bukan gempabuminya. Menimbulkan kerugian material dan
non material.
Bangunan memberikan respon
yang berbeda-beda terhadap getaran tanah atau gelombang gempabumi yang
melaluinya. Pada dasarnya ketika gelombang gempabumi merambat hingga mencapai
tanah tempat bangunan berada maka lantai dasar bangunan akan bergerak mengikuti
gerakan tanah di bawahnya. Adanya ketidaksempurnaan kekakuan (stiffness) mengakibatkan bagian atas
bangunan lebih lambat mengikuti gerakan lantai dasar. Perbedaan perpindahan (displacement) antar elemen bangunan
tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan (stress)
pada masing-masing elemen bangunan yang berpotensi menimbulkan kerusakan ketika
kemampuan elemen tersebut terlampaui ~ disadur dari US Congress & OTA,
1995.
Karakteristik utama bangunan
yang sangat menentukan respon dinamiknya (gerakannya) terhadap getaran
(gelombang gempabumi) adalah frekuensi alaminya (natural frequency). Frekuensi alami bangunan adalah jumlah siklus
goyangan yang dialami bangunan yang terjadi dalam satu detik. Dalam tingkatan
yang bervariasai, pada dasarnya sifat bangunan adalah lentur sehingga akan
berayun ketika digoyang. Ketika tingkat kelenturan ini lebih kecil dari
gelombang gempabumi maka bangunan tersebut akan rusak dengan cepat. Beberapa
material bisa lebih lentur dibandingkan yang lain, misalnya bambu/kayu lebih
lentur jika dibandingkan dengan susunan batu bata.
Baca Juga: Inspirasi Dari Seorang Vulkanolog
Seperti yang disampaikan
oleh FEMA (Federal Emergency Management
Agency) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan sebuah
bangunan akibat gempabumi. Faktor tersebut adalah Jenis Bangunan ~ ini
berhubungan dengan material dasar bangunan dan konfigurasi struktur bangunan
(apakah pake beton bertulang, pake kayu, pake batu bata tanpa tulang dll).
Kedua adalah Jenis Tanah, jenis tanah mempengaruhi getaran yang akan diterima
bangunan di atasnya. Beberapa jenis tanah akan mengamplifikasi (memperkuat)
getaran gempa dan berpeluang mengalami fenomena liquifaksi (pencairan tanah ~
tanah kehilangan kekuatannya). Kebayang kan kalau ini terjadi, maka langsung ambruklah
bangunan yang ada di atasnya atau malah masuk ke dalam tanah. Faktor ketiga
adalah Tinggi Bangunan, mempengaruhi besarnya distribusi massa frekuensi alami
bangunan. Keempat adalah Ketidakberaturan Horisontal dan Ketidakberaturan Vertikal,
jadi bangunan itu harus teratur secara horizontal ataupun vertikal karena hal
ini akan mempengaruhi distribusi tegangan yang terjadi pada saat bangunan
mengalami getaran. Ketidakberaturan juga akan mengakibatkan diskontinuitas
mekanisme transfer beban gempabumi antara tingkat yang satu ke tingkat yang
lain.
“Selain itu, faktor jarak bangunan dengan pusat gempa (episenter) juga akan mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan. Semakin dekat dengan sumber gempa maka kerusakan yang dapat ditimbulkan semakin parah.”
Jadi, ketika bangunan sudah
tidak bisa mengimbangi getaran gempabumi maka ambruklah ia dan bisa menimpa
siapa atau apa saja yang ada di dalamnya.
Bisakah Gempabumi Diprediksi?
Jawabannya adalah TIDAK.
Sampai saat ini tidak ada Negara manapun, orang manapun, alat atau instrumen apapun
yang bisa memprediksi kapan akan terjadi gempabumi, dimana terjadinya dan
berapa kekuatannya. Tidak bisa diperdiksi.
Gempabumi adalah kejadian
alam yang selalu datang secara tiba-tiba. Oleh sebab itulah korban yang
ditimbulkannya selalu besar karena orang-orang tidak sempat menyelamatkan
diri. Kerugian secara material dan non material selalu tinggi.
“Sayang sekali gempabumi itu tidak bisa diprediksi dan tidak pula bisa dihentikan”
Selama ini, kajian tentang
gempabumi bukan untuk meramal atau memprediksi kapan dimana dan berapa kekuatan
gempabumi melainkan untuk mengetahui tingkat kerentanan tanah ataupun bangunan
terhadap gelombang gempabumi. Faktor yang dianalisis adalah frekuensi alami
tanah dan bangunan, periode dominan tanah dan bangunan, indeks kerentanan seismik,
tingkat tegangan tanah, percepatan getaran maksimum tanah (Peak Ground Acceleration - PGA) dan lain-lain. Tujuannya adalah
untuk mitigasi bencana ~ meminimalisir kerugian yang mungkin ditimbulkan akibat
gempa tersebut.
Bahkan Peta Gempa Indonesa
Tahun 2010 yang sudah diupdate dan rilis Tahun 2017 ~ yang disusun oleh Prof.
Masyhur Irsyam dan tim hasil kerjasama antara Kementrian PUPR dengan
lembaga-lembaga terkait termasuk BMKG dan BNPB bukan berisi prediksi kejadian
gempabumi tapi sebaran nilai percepatan getaran tanah maksimum (PGA). Hingga
saat ini nilai PGA adalah nilai yang menjadi cerminan bahaya gempabumi. Semakin
tinggi nilai PGA, semakin berbahaya lokasi tersebut jika terjadi gempabumi.
“Percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan tanah mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Ketika terjadi sebuah gempa dengan kekuatan (magnitudo) tertentu, maka gempa tersebut akan menggetarkan tanah atau batuan yang dilewatinya sehingga batuan mengalami percepatan.”
Analisis nilai PGA dilakukan
dengan berbagai metode, ada yang secara Probabilistic
dan Deterministic. Ini adalah metode statistik
dengan algoritma dan perumusan berbagai macam, masukannya apa? tentu saja data-data
kejadian gempabumi YANG SUDAH TERJADI, hasil identifikasi sumber gempa (lokasi,
geometri patahan, mekanisme patahan), dan lain-lain. Dilakukan pemodelan dengan
software, klak klik klak klik lalu
keluarlah hasilnya. Terus langsung bisa diterima nggak hasilnya? tentu Tidak.
Untuk menginterpretasikan hasil pemodelan tersebut dibutuhkan analisis lagi
sesuai keadaan geologi geofisika geografi sebenarnya, dibutuhkan juga expert judgment. Panjaaaaaang cuy!
Potensi bahaya gempabumi selalu
ada, untuk Indonesia, tidak terkecuali Lombok NTB. Potensi bahaya ini akan
menjadi bencana jika ada manusia dan material lain yang ada di atasnya. Manusia
dan material lainnya inilah yang menjadi faktor kerentanannya. Analisis
gabungan antara potensi bahaya dan kerentanan ini akan menjadi risiko. Maka
disebutlah ia sebagai risiko bencana gempabumi ~ risikonya tinggi atau rendah? bergantung
pada seberapa kuat atau lemahnya faktor kerentanan tersebut terhadap gempabumi.
Lalu Apa Yang Harus Dilakukan?
Harus disadari benar bahwa
wilayah Indonesia berada di pertemuan lempeng-lempeng tektonik dunia. Akibatnya
adalah Indonesia memiliki banyak gunungapi, ada jalur subduksi, ada
patahan-patahan di dalamnya. Ini adalah keadaan existing Indonesia, tidak bisa diubah. Dengan keadaan geologi
Indonesia yang demikian maka tidak mengherankan Indonesia memiliki potensi
gempabumi, bahaya gempabumi mengintai di setiap wilayahnya. Jalur subduksi dan
patahan-patahan itulah yang menjadi sumber gempabumi Indonesia.
Jika sudah tahu begitu terus apa…
Hal penting yang harus
dilakukan untuk meminimalisir kerugian akibat gempabumi adalah meningkatkan
kapasitas manusia atau material lainnya yang ada di wilayah bahaya gempabumi. Peningkatan
kapasitas memiliki pengertian yang sangat luas. Dimulai dari peningkatan
kapasitas masyarakatnya, pemerintahnya, sarana prasarananya, sistemnya,
bangunannya.
Dengan menyadari bahwa
tempat tinggal kita punya potensi bahaya gempabumi sehingga kita mau untuk
belajar dan membekali diri dengan pengetahuan tentang gempabumi itu sudah
meningkatkan kapasitas kita. Pihak-pihak terkait giat melakukan penelitian-penelitian
hingga menyusun peta kerawanan bencana juga bagian dari peningkatan kapasitas.
Pemerintah berkoordinasi dengan sigap, membuat sistem yang tepat dan menyiapkan
sarana dan prasarana yang sesuai juga bentuk peningkatan kapasitas. Dan jangan
lupakan soal membuat bangunan tahan gempa. Pemerintah sendiripun sudah
mengeluarkan SNI Tata Cara Perencanaan Tahan Gempa untuk Bangunan namun ternyata
tidak semua masyarakat kita bisa mengakomodir tata cara tersebut. Hal-hal
teknis di dalamnya haruslah dijelaskan dengan bantuan seorang teknisi. Jatuhnya
mahal. Masyarakat kita membutuhkan bangunan tahan gempa yang lebih murah.
Sudah saatnya NTB fokus
menata ruang dan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan memperkuat sistem
mitigasi bencana. Seharusnya kejadian gempabumi kali ini bisa menjadi pelajaran
yang sangat berharga. FYI, kejadian gempabumi di Lombok kali ini bukanlah yang
pertama. Kalau mau lihat sebaran kejadian gempabumi yang sudah pernah terjadi bisa
lewat website BMKG, USGS atau ISC ~
tinggal masukkan longitude latitude
daerah yang diinginkan dan rentang waktu yang ingin dilihat.
Baca Juga: Merasa Cukup
***
Saya tahu ini berat,
menghadapi gempabumi nyatanya memang tidak semudah teori-teori itu. Kita
mengalami tekanan, merasa ketakutan, trauma, depresi, sakit. Tapi tidak perlu
diperparah dengan membuat dan menyebarkan berita hoax, saling menyalahkan, ataupun saling serang.
foto by @fathulrakhman, edit by me |
“mengapa tidak share soal bagaimana relawan bekerja, gotong royong para warga, senyum tawa anak anak yang belajar di pengungsian, pendistribusian bantuan, dan kerja keras pemerintah?”
Sungguh para korban tidak
butuh hoax-hoax kalian di sosmed itu. Mereka hanya butuh dibantu, butuh
ditemani, butuh didukung ~ karena tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali
badan.
“yang nyinyir-nyinyir di sosmed sih biasanya nggak pernah terjun langsung ke pengungsian, tak pernah menatap mata para pengungsi, tak pernah jadi relawan.”
Syukurnya masih banyak juga
yang peduli. Teman-teman saya di beberapa komunitas bahu membahu menyalurkan
bantuan, apapun bentuknya, sekecil apapun. Mereka-mereka inilah yang tak peduli
hoax, tetap jalan dengan kemantapan
hati ~ demi #LombokBangkit. Aku banggaaaa.
foto by @fathulrakhman, edit by me |
***
Terakhir, sebagai orang yang
beriman tentu saja saya akan berserah kepada yang maha kuasa. Tetap percaya
bahwa apapun yang terjadi di alam semesta ini adalah karena kendalinya. Bermuhasabah,
memohon ampun. Barangkali selama ini kita banyak lalai, lalai menjaga hubungan
kita dengan–Nya, lalai menjaga hubungan dengan sesama manusia, lalai menjaga
hubungan dengan alam sekitar kita. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.
Amiiin.
*tetaplah waspada
Sya jg gemes liat pakar2 gempa bumi dadakan yg trlihat ahli bnget mnjelaskan dtgnya gempa bumi. Kasian org2 awam apalagi para orang tua yg gak tau apa2,jd ketakutan mendengar kabar dtgnya gempa bumi dari org2 yg gak brtanggung jawab.
ReplyDeleteiyaaa betul, jadi sedih :( ~ yuk mulai dari diri kita BIG NO nyebarin hoax
Delete