Cerita ini berawal dari kejadian kemarin saya pulang dari kampus menuju kos dengan menggunakan ojek. Saya naik ojek bukan karena becek loh ya. Saya harus pulang pake’ ojek karena adik saya yang kebetulan membawa motor tidak bisa menjemput ke kampus karena dia ada ujian mendadak sampai jam 7 malam. Hari semakin sore dan sayapun harus segera pulang karena jam 7 saya ada ujian di kelas Jerman, mana belum belajar lagi, pikir saya. Akhirnya saya berjalan menuju tempat pangkalan ojek yang ada di seberang gerbang kampus. Ini adalah pengalaman pertama saya naik ojek di kota ini.
Tawar menawarpun terjadi, saya mencoba menawar ongkos ojek, karena menurut saya harga yang ditawarkan tukang ojek itu mahal untuk ukuran dari kampus menuju kos saya. Terjadi penawaran yang cukup sengit sambil bercakap-cakap dengan tukang ojeknya sebelum terjadi kesepakatan. Saya memilih naik ojek supaya cepat sampai, karena berdasarkan pengalaman sebelumnya saya pernah naik trans jogja dari kampus ke kos, namun ternyata waktu yang dibutuhkan jadi tiga kali lipat karena harus mutar-mutar dulu ke shelter-shelter yang lain. Saya juga tidak mau menggunakan angkot atau yang biasa disebut bis oleh warga jogja, tapi teman saya menyebutnya odong-odong entah kenapa. Saya tidak mau naik angkot karena tidak ada juga angkot yang jalurnya melalui jalan ke kos saya, pemberhentiannya itu masih terlalu jauh dari kos saya.
Kala itu langit mendung, sepertinya di wilayah selatan sudah turun hujan, di wilayah utara tempat kampus saya, tinggal menunggu waktu untuk hujan turun. Mengingat itu, saya segera saja menyepakati perjanjian dengan tukang ojek tersebut dengan potongan harga seperti yang saya minta.
Di tengah perjalanan, mungkin karena sedang hangatnya dalam masa pemilihan capres tiba-tiba sang tukang ojek bertanya pada saya “Mbak nanti mau pilih siapa presidennya?” , karena memang belum ada ide mau memilih siapa saya menjawab “belum tahu pak, biarlah nanti itu menjadi rahasia” jawab saya sekenanya. Bapak tukang ojek tersebut tanpa diminta langsung menyampaikan pendapatnya. Dia mengatakan kalau paling tidak ada yang diyakinilah mbak, dia sampai menyebutkan siapa calon yang akan ia pilih, alasannya menurut dia calonnya merakyat dan sederhana. Mendengar jawabannya saya lalu bertanya tahu darimana bapak kalau dia merakyat dan sederhana, bapak tukang ojek menjawab yaa keyakinan aja sih mbak. Saya bertanya lagi tapi nanti ketika calon bapak benar-benar terpilih apa bapak akan ikut mengawasi apa yang ia lakukan. Bapak tukang ojek jawab lagi “yaa G’ bisa mbak, rakyat kecil kayak saya gimana caranya mengawasi”. Dari jawaban itu, saya jadi mikir juga gimana ya cara rakyat seperti bapak tukang ojek itu mengawasi pemimpinnya, sedangkan kebanyakan suara mereka jarang di dengar oleh orang-orang yang berkuasa.
Sepanjang perjalanan menuju kos, dalam percakapan yang tercipta, muncul kalimat-kalimat penuh harap dan doa dari bapak tukang ojek. Ia berharap biaya pendidikan jangan semahal sekarang, gratislah kalau bisa. Dari sini dapat dilihat bahwa meski dana Bos sudah ada tetap saja sekolah masih mahal, karena ternyata banyak sekolah-sekolah yang masih memungut biaya macam-macam kepada murid-muridnya. Bapak itu berharap supaya anak-anak bisa sekolah setinggi-tingginya. Saya terharu mendengarnya.
Siapa sangka naik ojek kemarin sore memberi pelajaran berharga, bapak itu tetap memprioritaskan pendidikan untuk anak-anaknya, memprioritaskan kemudahan akses pendidikan yang lebih baik yang harus diwujudkan oleh calon pemimpin terpilih nanti. Ia tahu betapa pentingnya pendidikan.
Terlepas dari siapapun nanti yang terpilih sebagai pemimpin semoga bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik. Baiknya suatu bangsa sebenarnya bukan hanya urusan atau tanggung jawab pemimpin semata namun ada rakyat di dalamnya, apakah rakyat tersebut mau menjadi lebih baik atau tidak.
Entah si A atau si B yang terpilih, tetap saja saya harus mengerjakan proposal penelitian yang menjadi tanggungan saya. Pembimbing tidak peduli siapa presidennya yang ia tahu adalah saya harus segera menunjukkan hasil kerja saya dan mempresentasikannya. Saya mau sibuk dengan proposal saja, karena lowongan untuk jadi jubir capres sudah penuh :p
No comments:
Post a Comment