Pagi ini aku bangun dengan mulai menikmati kopi yang aku seduh di dalam sebuah mug kesayangan. Kau tahu ini adalah kebiasaan baruku, minum kopi di pagi hari. Memang bukan kopi hitam seperti yang sering dinikmati para orang tua di kampung, tapi kopi sachet praktis yang bisa kau seduh kapan saja dan dengan berbagai varian rasa yang bisa kau pilih. Kebiasaan ini sudah lama, dan aku tidak tahu kapan persisnya. Mungkin dimulai ketika kau mulai rajin datang mengunjungiku, lewat mimpi. Aku jadi takut tidur, karena jika aku tidur aku tidak ingin bangun karena kau ada disana. Ketika bangun dan tersadar bahwa itu hanya mimpi, rasanya seperti baru saja mengangakat beban berat, tersengal karena sesak, karena kau tahu, aku tidak akan sanggup mengangkat beban berat.
Ini masih pagi, dan kopi ini masih mengepul. Dalam kopi ini aku lihat senyummu, yang entah untuk siapa. Segelas kopi ini masih saja menghantarkan ingatan tentang kau. Aku tahu kau tidak terbiasa minum kopi, tapi tidak tahu sekarang. Mungkin saja karena pekerjaan yang menumpuk membuatmu butuh sesuatu untuk lebih lama terjaga, dan kau memilih kafein dalam kopi membantumu. Apa kau memilih kopi hitam atau kopi sachet praktis?
Matahari semakin menampakkan diri. Aku menyeruput kopiku, menikmati rasanya, menikamti hangatnya. Aku ingin menikmati kopi sebagaimana aku menikamti kenangan-kenangan. Sebenarnya tidak ada kenangan antara kita, mungkin hanya kenanganku. Kenanganku yang terlalu banyak bersisian dengan kisahmu. Pagi ini aku sedang mengira-ngira apa yang sedang terjadi, persisnya apa yang terjadi denganku. Aku pikir aku telah jatuh, jatuh padamu. Namun bagaimana ini, sekarang apa?,
Perlahan matahari terang benderang. Kopiku telah habis, menyisakan gelas kosong. Tapi tidak dengan ingatan tentangmu. Ingatan tentangmu tidak mungkin habis. Ia akan selalu ada, di semua sela dalam hari-hariku. Aku memilih menggunakan ingatan tentangmu untuk menulis saja. Kau lihat aku jadi semakin produktif menulis, menulis apa saja yang ingin aku tulis, walau entah kau menyadarinya atau tidak. Melalui tulisan aku bisa berbicara sepuasnya tanpa merasa gemetar atau tiba-tiba merasakan lidah yang kelu akibat berhadapan denganmu. Tak mampukah aksara-aksara ini menunjukkan bahwa aku telah jatuh?, Lalu rindu perlahan menyusup, seperti udara yang selalu kuhirup, ia hadir tanpa bisa kutolak. Namun kau tahu, Aku hanya merindukanmu dalam aksara. Tidak berani lebih dari itu.
ntar ada yg geer nih..hihiii
ReplyDeleteSemoga orang yang geer G' salah My..haha
ReplyDeletehanya nyicil tulisan