“Timak luek bedoem pade harte bende laguk amal jariah doang yak tejauk”
Kalimat tersebut dilontarkan oleh seorang
nenek di kampung Bapak mertua saya, Lombok Tengah. Ketika gempa dengan kekuatan
7 SR menghantam daratan Lombok. Saya termenung lama mendengar kalimatnya.
***
Siapa yang tidak terguncang dengan gempa
berskala besar yang menghantam Lombok beberapa waktu terakhir. Sebagai anak
manusia yang lahir dan besar di Lombok sudah pasti saya menjadi salah satunya.
Merasakan getaran hebat gempabumi untuk pertama kalinya, sungguh menjadi
pengalaman hidup yang tidak akan bisa saya lupakan. Menyaksikan Lombok luluh
lantak tak berdaya dilalui gelombang seismik itu membuat speechless. Hati jadi tidak karuan, kengerian dan kesedihan menjadi
satu.
Saya paham betul bahwa Indonesia kita
tercinta ini dilalui pertemua tiga lempeng besar dunia, mengakibatkan adanya
jalur subduksi, gunungapi, dan tentu saja potensi gempabumi. Hampir semua
wilayah di Indonesia memiliki potensi itu, tidak terkecuali Lombok. Di
masa-masa sekolah saya berkutat dengan sesimisitas, natural hazard dan sejenisnya. Ah ~ tapi menghadapi gempabumi
nyatanya tidak semudah pembahasan-pembahasan di ruang kelas.
“Lombok luluh lantak, ratusan korban meninggal dunia, ratusan korban luka-luka, ribuan bangunan roboh, ribuan pengungsi ~ gempabumi membuat kami porak poranda”
Gempabumi bertubi-tubi yang menggetarkan Lombok
telah turut menggetarkan hati banyak orang di luar sana untuk menyalurkan
segala bentuk bantuan kepada para korban. Gelombang bantuan datang begitu
besar, banyak yang mencintai Lombok. Mencintai sesamanya. Semoga
bantuan-bantuan kita apapun bentuknya dapat meringankan derita para korban.
Di tengah trauma yang masih mendera kami
bersiap bangkit. Kami tidak boleh kalah dengan gempabumi. Kami harus belajar
untuk menghadapinya secara lebih baik kapanpun ia datang kelak. Ini
pembelajaran yang sangat berharga bagi NTB, bagi Indonesia.
***
Peristiwa gempabumi di tanah kelahiran saya
ini meninggalkan pelajaran yang sangat penting tentang hubungan dengan sesama
manusia, hubungan dengan alam, dan tentu hubungan dengan yang maha kuasa.
Pertanyaan penting yang sering terlintas saat ini adalah sudahkah saya merasa
cukup?
Merasa cukup dengan apa yang saya miliki,
tidak lagi termakan nafsu untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak
saya butuhkan, tidak lagi menuntut terlalu keras pada diri sendiri untuk urusan
dunia. Merasa cukup dalam mengelola alam sekitar saya, menjaga lingkungan saya.
Sudah cukupkah amal yang akan saya bawa mati?
Karena seperti kalimat yang disampaikan oleh
nenek tersebut bahwa seberapapun banyak harta benda yang kamu miliki, hanya
amal jariyahlah yang akan dibawa mati.
Baca Juga: Alasan Di Balik uzlifazmiya.com
No comments:
Post a Comment